فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Apabila telah selesai shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi dan carilah karunia Allah, sebutlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian memperoleh keberuntungan.”
(Q.S. Al Jumu’ah: 10)
Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk senantiasa memacu diri dalam meraih karunia yang telah Allah limpahkan kepada mereka. Diantara cara yang mudah itu dilakukan oleh manusia dalam mencari rezki yang Allah tebarkan di muka bumi ini adalah dengan cara bekerja dan berusaha.
Bekerja merupakan sebuah keniscayaan, tidak mungkin kita menjalani hidup tanpa bekerja dan berusaha. Namun demikian, bekerja dan berusaha yang nantinya akan menghasilkan sesuatu, diantaranya bersifat materi (uang) haruslah dilakukan dengan cara yang benar, agar hasil yang diperoleh mendapat berkah dan diridhai oleh Allah SWT. Karena itu dalam Islam dikenal istilah “halal-haram” yang akan menilai kerja atau usaha apa yang dihasilkan darinya.
Al Qur’an telah menetapkan konsep dasar halal dan haram yang berkenaan dengan transaksi dalam hal yang berhubungan dengan akuisisi (perolehan/pemerolehan), disposisi (penempatan) dan semacamnya. Semua yang menyangkut dan berhubungan dengan harta dan benda hendaknya dilihat dan dihukumi dengan dua kriteria; halal dan haram.
Baca Juga : Born to be a Jenius
Allah SWT memerintahkan agar manusia mencari rezki dengan cara yang dihalalkan oleh Allah dan memerintahkan manusia agar tidak memakan sesuatu kecuali yang dihalalkan oleh-Nya dan harus yang bersumber dari sesuatu yang halal. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bgimu, dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al Maidah: 87-88)
Salah satu prinsip yang telah diakui oleh Islam, ialah apabila Islam telah mengharamkan sesuatu, maka wasilah dan cara apapun yang dapat membawa kepada perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Dari sinilah maka para ulama fiqih membuat suatu qaidah: “ Apasaja yang membawa kepada perbuatan haram, maka itu adalah haram. ”
Baca Juga : Mesjid Sebagai Sentral Pembinaan Ummat
Qaidah ini senada dengan apa yang diakui oleh Islam, yaitu bahwa dosa perbuatan haram tidak terbats pada pribadi pelakunya itu sendiri secara langsung, tetapi meliputi daerah yang sangat luas sekali, termasuk semua orang yang bersekutu dengannya, baik melalui harta maupun sikap. Masing-masing mendapat dosa sesuai dengan keterlibatannya. Misalnya tentang arak (minuman atau sesuatu yang memabukkan). Rasulullah SAW melaknat sepuluh orang yang terlibat dalam hal pengadaan dan peredaran arak.
Sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Ibnu Majah: “Rasulullah SAW melaknat tentang arak sepuluh golongan: (1) Yang memerasnya, (2) Yang minta diperaskan, (3) Yang meminumnya, (4) Yang membawanya, (5) Yang meminta dihantarkan, (6) Yang menuangkannya, (7) Yang menjualnya, (8) Yang memakan hasil penjualannya, (9) Yang membelinya, (10) Yang minta dibelikan.”
Kemudian dalam dunia kerja dan usaha, Islam pada prinsipnya tidak melarang suatu pekerjaan atau usaha, kecuali ada unsur-unsur kezhaliman, penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya, Allah SWT mengharamkan perjudian dan meramal atau mengundi nasib, sebagaimana firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatn syethan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al Maidah: 90)
Bahaya yang akan muncul akibat perjudian dapat disebutkan antara lain: Menimbulkan permusuhan dan pertengkaran sesama pemain judi. Menghalangi dari zikir dan shalat. Meresahkan dan merusak masyarakat. (Dengan munculnya tindak kriminal seperti perampokan, pencurian dan sebangsanya, untuk mencari modal yang akan dipertaruhkannya di meja judi). Menimbulkan kelemahan mental, hilangnya semangat bekerja (pemalas) dan Meningkatkan jumlah pengangguran. Meruntuhkan rumah tangga. Menghabiskan harta benda dengan cara sia-sia. Menimbulkan beban hutang. (Penjudi yang kalah tertuntut untuk membalas kekalahannya. Sehingga ia tak segan-segan berhutang mencari modal untuk kembali berjudi). Dan masih banyak lagi.
Ada pula manusia yang takut miskin dan ingin kaya dengan dara pintas, sehingga ia melakukan pencurian (maling) dengan cara sembunyi-sembunyi. Cara ini mungkin dikatakan dengan cara korupsi.
DR. Amien Rais dalam bukunya Suksesi & Keajaiban Kekuasaan mengatakan, “Orang sering mengatakan bahwa korupsi terdiri dari tiga jenis, yakni korupsi ekstraktif, korupsi manifulatif, dan korupsi nepotistik. Yang pertama merupakan pemaksaan terhadap seseorang untuk membayar suap (sogok) agar semua urusan lancar (KUHP: Kasih Uang Habis Perkara Atau UUD: Ujung-ujungnya Duit); Yang kedua setiap usaha kotor untuk mempengaruhi pengambilan keputusan penting, dan yang terakhir berhubungan dengan penyalahgunaan kekeluargaan dalam berbagai eselon kehidupan nasional. Di Indonesia ketiga jenis korupsi ini sangat subur.
Dalam bekerja dan berusaha, niat pertama selain mencari rezki adalah ibadah dalam rangka menggapai ridha Allah. Sehingga apa yang dihasilkan dari kerja dan usahanya itu mendapat berkah dari Allaj SWT. Yang jelas prilaku yang diridhai Allah akan selalu mendapatkan berkah-Nya, sebaliknya setiap perilaku, kerja dan usaha yang tidak diberkahi akan menuai malapetaka. Semoga Allah SWT menjauhkan kita dari pekerjaan dan memakan apa yang telah diharamkan Allah SWT.
“Daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram tidak akan bertambah kecuali neraka yang pantas baginya.”(HR. Tirmidzi)
Brj Mumtaz
Post a Comment for "SDM (Sumber Duit Masuk)"