Isu atau Fitnah














” Wahai
orang-orang yang hanya Islam dengan lidahnya, sementara keimanan belum masuk ke
dalam hatinya ; janganlah kalian menyakiti kaum muslimin dan mencelanya,
dan jangan pula kalian mencari-cari kesalahannya, karena orang yang
mencari-cari kesalahan saudaranya yang muslim niscaya Allah akan membukka
auratnya, dan jika seseorang telah dibuka auratnya oleh Allah niscaya Allah
akan membuatnya malu dan terbuka auratnya meskipun di rumahnya sendiri. ”


(HR. At Tirmidzi yang
bersumber dari Ibnu Umar r.a)





Melihat kondisi masyarakat Islam sekarang
terkhusus di Tanah Air yang kita cintai ini, kita turut prihatin. Cobaan dari
Allah seakan tidak pernah habis, musibah demi musibah datang silih berganti
seperti pergantian musim. Penyakit merebak dimana-mana, baik penyakit fisik
atau jasmani, penyakit hati ataupun ruhani. Namun demikian dari penyakit yang
ada, bila kita lihat secara seksama maka kita akan berkesimpulan bahwa penyakit
hati jauh akan lebih berbahaya. Kenapa demikian?





Karena bila seorang muslim ditimpa
penyakit fisik, hal ini bisa jadi akan mengantarkannya menuju kebahagiaan
akhirat, selama ia sabar menghadapinya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
“Tidak ada seorang muslimpun yang
ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau yang lebih berat dari padanya
melainkan dengan ujian itu Allah menghapuskan perbuatan buruknya serta
digugurkan dosa-dosanya sebagai mana pohon 
kayu menggugurkan daun-daunnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)





Namun sebaliknya, lain hal dengan orang
yang ditimpa penyakit hati, seperti hasud, dengki, suka mengumpat, sombong,
ria, suka menfitnah dan lain sebagainya, apalagi yang sudah kronis, penyakit
ini akan menjerusmuskan penderitanya ke dalam neraka atau menuai siksaan Allah
di akhirat kelak. Na’uzubillah min zalik!





Pada surat Al Hujarat ayat 12 Allah SWT
memperingatkan dalam firman-Nya:





“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari berburuksangka, sesungguhnya sebagian dari berburuk sangka itu
adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara
kamu memakan bangkai saudaranya yang telah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik karenanya.” 





Salah satu penyakit hati yang sedang
menyebar di kalangan masyarakat sekarang ini adalah menfitnah atau suka menuduh
seseorang yang bukan-bukan akibat dari berburuk sangka.





Hal ini terjadi karena isu-isu (istilah
sekarang gosip) yang tidak benar menyebar, yang terlalu cepat kita percayai dan
kita telan mentah-mentah tanpa mengunyah atau chek dan re-chek atau tabayun.


Padahal itu bisa dihindari kalau kita mau
mengaplikasikan ajaran Allah, seperti yang telah Allah ingatkan di dalam
firman-Nya dalams surat Al hujarat dan 
6. surat
An
Nuur ayat 13.





Kedua ayat di atas menunjukkan dengan
jelas kepada kita agar jangan terlalu cepat menerima setiap berita tanpa
mencari kebenarannya terlebih dahulu dan tidak terlalu mudah menuduh orang
tanpa bukti dan saksi yang dapat dipercaya. Serta peringatan kepada si pembawa
berita agar menyadari bahwa kebiasaannya menyebarkan berita-berita bohong itu
bisa mengubahnya menjadi seorang pendusta.





Menurut asbaabun nuzulnya ayat 13 dari
surat An Nur di atas diturunkan atas peristiwa fisik atau ifki yaitu
peristiwa yang khusus yang menyangkut nash yang umum.  Peristiwa ini menyangkut Siti Aisyah r.a
putri Abu Bakar as Siddiq r.a ddan juga istri Rasulullah SAW, yang dikaitkan
sahabat dengan sahabat Safwan bin Mu’athal. Peristiwa semacam itu sangat
mungkin  terjadi berulang pada setiap
generasi, dan mungkin saja menghasilkan efek yang serupa baik yang berkenaan
dengan seorang pemimpin atau pemuka masyarakat.





Disini terlihat saat dua pihak atau kubu
saling bermusuhan, dimana salalh satu menyadari bahwa mereka tidak mungkin
menang dalam konfrontasi langsung, disitu akan terbuka peluang untuk
menggunakan teror mental untuk menghancurkan pihak lainnya.
Cara ini tidak kesatria, pengecut tapi
seringkali ampuh hasilnya. Dan sepertinya bila kita melihat dengan mata batin
kita, hal ini juga sedang terjadi sekarang pada pemimpin kaum muslimin, di
seantero jagat ini. 





Dalam peristiwa ifki, berita ini
dibesar-besarkan oleh kelompok munafiqun yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay
bin Salul (berasal dari seorang Yahudi). Mulanya fitnah itu tidak mempengaruhi
para sahabat, tetapi begitu berita bohong itu menyentuh kaum muslimin Madinah
yang awam langsung menjalar dengan cepat bagaikan api yang membakar daun
ilalang yang kering.





Oleh sebab itu ada beberapa hal yang
menjadi pegangan kita yang merupakan pendidikan dari Rasulullah SAW yang dapat
kita lakukan ketika menghadapi isu atau fitnah:





1.   Menjauhkan diri kita dari
semua kecurigaan dan prasangka yang tidak beralasan.


2.   Sebaiknya kita tidak menghiraukan segala
macam isu yang tidak ada dasar.


3.   Membiarkan hokum bicara terhadap penyebar
luasan fitnah-fitnah itu.


4.   Janganlah kita memperturutkan hawa nafsu
dengan membesar-besarkan suatu kabar burung apalagi ambil bagian dalam
menyebarkannya.


5.   Kemudian dalam menghadapai suatu fitnah keji,
cara yang terbaik janganlah kita membalasnya dengan fitnah baru.





Ummul Mukminin Sayyidah Aisyah r.a dalam menghadapai cobaan fitnah berucap: “Kesabaran
itu adalah indah dan Allah SWT sajalah yang akan menangani apa  yang kalian katakan itu…”
Inilah
sikap  mulia beliau. Dan ini adalah adab
Islam yang agung dalam menghadapi atau memperlakukan orang-orang yang menyebarluaskan
fitnah terhadapnya.





Perlu kita camkan dan kita renungkan bahwa
fitnah dan berita-berita bohong itu mudah dinyalakan dalam hati manusia
manakala iman dan pemersatu kita lemah, karena kita tidak menghadapi musuh yang
nyata”. Iblis laknatullah dan bala tentranya dari jin dan manusia terus
menyebarluaskan virus-virus  penyakit
hati untuk menjerumuskan kita, maka hendaklah kita selalu waspada, membentengi
diri dengan iman dan taqwa. Sesuai dengna firman Allah SWT dalam surat An Naas
ayat 1-6.





Brj. MUMTAZ


H.
Ahmad Khusyairi, Lc

Post a Comment for "Isu atau Fitnah"