Rasulullah saw. Teladan Sempurna











Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri telan dari yang baik bagi kalian
(yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(QS. Al Ahzab :
21)





Ayat di atas
merupakan petunjuk dalam meneladani Rasulullah saw. baik dalam ucapan,
perbuatan, maupun prilakunya. Meneladani Rasulullah SAW. berarti mentaati dan
menyintainya. Hal ini sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim
selaku umatnya. Namun ayat di atas lebih menekankan bahwa yang dapat meneladani
suri teladan yang ada pada diri Rasulullah SAW adalah orang-orang yang
senantiasa mengharap rahmat Allah, mengharap keselamatan di hari kiamat dan
orang-orang yang melanggengkan zikir, baik berzikir dengan lidahnya maupun
dalam hatinya.





Bagi seorang
muslim yang mengharap rahmat Allah, maka ia akan selalu menghambakan dirinya
kepada Allah. Perintah Allah senantiasa ia jaga dan laksanakan, sehingga
dirinya terhindar dan melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT. 





Dalam firman
Allah disebutkan bahwa apabila seseorang ingin mencintai Allah maka haruslah ia
mengikuti apa yang dibawa dan diajarkan Rasulullah SAW. Karena dengan mengikuti
atau meneladani Rasulullah, niscaya Allah akan mencintai dan mengasihinya
bahkan menghapus dosa-dosa yang ada padanya. 





Rasulullah
SAW. diutus oleh Allah kepada segenap manusia dengan membawa wahyu yang Allah
turunkan kepadanya adalah sebagai penyeru kebenaran, pembawa berita gembira
sekaligus pemberi peringatan. Maka dalam upaya mengikuti ajaran beliau,
setidaknya salah satu dan sifat beliau ada dalam diri seorang muslim. 





Dan di antara sifat
mulia yang beliau miliki adalah sifat shidiq.
Karena sifat shidiq, Rasulullah SAW. diberi gelar Al Amin (orang yang dapat dipercaya).





Shidiq (as shidqu) artinya benar atau jujur,
lawan dan dusta atau bohong (al kidzbu).
Seorang muslim dituntut memiliki sifat shidiq; dalam keadaan benar
lahir maupun batin. Sifat shidiq yang
utama dan harus dimiliki minimal ada tiga:





Shidqul qalb, yaitu benar hati atau kejujuran hati nurani.
Kejujuran hati nurani dapat dicapai jika hati dihiasi dengan iman kepada Allah
SWT dan bersih dan segala macam penyakit hati. Sifat ini akan mencapai
kematangannya apabila didukung dengan sifat ihsan.





Shidqul hadits, yaitu benar atau jujur dalam ucapan dan perkataan.
Seseorang dapat dikatakan jujur dalam per-kataan apabila semua yang
diucapkannya adalah suatu kebe-naran bukan kebatilan. Artinya, bisa jadi
seseorang tidak berdusta dalam ucapannya, tetapi apa yang ia ucapkan itu adalah
sesuatu yang batil atau dimurkai Allah SWT. Seperti membicarakan aib orang lain
atau pembicaraan yang menga-kibatkan timbulnya suatu fitnah. dan semisalnya.





Shidqul ‘amal, yaitu benar perbuatan atau beramal shaleh. Yang
dimaksud benar dalam perbuatan adalah apabila semua Yang dilakukan sesuai
dengan syari’at Islam.





Sifat shidiq
akan mengantarkan seseorang ke pintu gerbang kebahagiaan baik di dunia maupun
di akhirat. Karenanya Rasulullah SAW. memerintahkan setiap muslim untuk
bersikap shidiq dalam segala hal di antaranya dalam tiga hal di alas.
Sebagaimana firman Allah dalam  surat Al Baqarah 
ayat 177.





Rasulullah
saw bersabda: "Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran
membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang sang telah
jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai seorang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah
sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan, dan keja-hatan
membawa ke neraka. Oranq yang se1a1u berbohong dan mencari-cari kebohongan,
akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong (kadzdzab)".
(HR. Bukhari)





Kemudian,
selain tiga perkara shidiq di atas, ada sifat shidiq yang lain yang
harus pula dimiliki.


Shidqul mu‘amalah atau benar pergaulan. Seorang muslim akan selalu
benar dalam bermu‘amalah atau dalam berinteraksi
sosial, baik dalam masyarakat maupun dalam keluarganya. Orang-orang shidiq
dalam bermu’amalah sangat jauh dari sifat sombong dan riya’. Segala sesuatu
dilakukan-nya alas dasar (nawaytu)
lillahi ta‘ala,
bukan karena orang lain, seperti karena ingin disanjung
atau pamer. Sikap ini ia lakukan
kepada siapa saja tanpa memandang seseorang karena kekayaannya, kedudukannya
atau status lainnya.







Allah SWT
berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua ibu bapak, karib kerabat, anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman
sejawat, ibnu sabil, dan sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang som-bong dan membangga-banggakan diri.“ (Q.S. An Nisaa’ 36)





Shidqul ‘azam atau benar kemauan. Sebelum melaku-kan sesuatu.
seorang muslim harus mempertimbangkannya secara matang terlebih dahulu, apakah
yang akan ia lakukan itu benar dan bermanfaat atau malah sebaliknya. Apabila
yang akan dilakukan itu diyakini kebenarannya. maka hal itu ia lakukan dengan
bertawakkal kepada Allah SWT dan tidak menghiraukan suara-suara yang mencelanya
atau komentar-komentar negatif lainya. Karena, jika ia menghiraukan semua komentar
orang, maka apa yang tadinya telah diyakini untuk ia lakukan, bisa saja tidak
jadi ia lakukan. Hal ini bukan berarti seorang muslim harus menolak atau
mengabaikan semua kritik yang diajukan kepada dirinya, asal kritik tersebut
argumentatif dan konstruktif serta edukatif.





 Allah SWT berfirman “Apabila kamu telah
mem-bulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.“ (Q.S. Ali Imran:159)





Sifat shidiq
adalah “tambang emas” dalam diri sese-orang yang sangat berharga. Dan sifat
inilah yang dijadikan standar kepercayaan orang lain kepadanya. Apabila
seseorang telah kehilangan sifat shidiq, maka hilanglah arti dirinya,
karena tiada yang mau mempercayainya.


Allahu a‘lam bishawab

Post a Comment for "Rasulullah saw. Teladan Sempurna"