Dengki | Yenni Alfawati, Lc

أَمْ يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا
ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ...

 

“Ataukah mereka dengki kepada manusia
lantaran karunia yang Allah 

telah berikan kepadanya?” (Q.S. An Nisaa’: 54)

 

Al Hasad menurut Sa’id Hawwa dalam bukunya
Al mustakhlish fi Tazkiyatil Anfus  (Hal.
174) adalah: “Mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki”

 

Menurut definisi Al Jurjani – sebagaimana
yang dikutip DR. Sayyid M. Nuh dalam bukunya Aafaatun ‘ala At Tharieq
(IV-136) – Al Hiqdu adalah:
“Menuntut pembalasan dendam, maksudnya, jika kemarahan ditahan terus
menerus karena sama sekali tidak sanggup memuntahkannya, maka kemarahan kembali
ke batin dan mengendap sehingga terbentuklah kedengkian.”

 

Kedengkian termasuk buah iri hati,
sedangkan iri hati termasuk hasil amarah. Kedengkian merupakan penyakit hati
yang sangat berbahaya. Pendengki tidak akan pernah mendapatkan adanya kebaikan
dalam diri orang yang ia dengki, meskipun kebaikan itu nyata adanya pada diri
orang tersebut.

 

Maka yang namanya dengki selalu saja
memakan kebaikan sebagaimana api yang memakan kayu bakar. Demikian perumpamaan
yang disabdakan Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu
Dawud  dan Ibnu Majah, Rasulullah
bersabda:

 

“Dengki itu memakan kebaikan sebagaimana
api memakan kayu bakar” Kemudian Rasulullah SAW menasehatkan dengan haditsnya: “Janganlah
kalian saling mendengki, janganlah kalian saling memutuskan hubungan, janganlah
kalian saling membenci, janganlah kalian saling memperdaya, dan jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim).

 

Sifat dengki dapt dikategorikan penyakit
hati yang sangat berbahaya, yang dapat mengakibatkan si pendengki terkena
penyakit depresi atau penyakit jiwa lainnya. Yang jelas, seorng pendengki yang
tertanam dalam jiwanya kebencian akan mengakibatkan kegelisahandan kekacauan
jiwa, dan hal itu merupakan siksaan batin baginya. Rasa sedih akan sangat ia
rasakan saat menyaksikan kebaikan atau kesuksesan yang diperoleh oleh orang
yang didengki. Sebaliknya, timbul sifat syamatah, yaitu rasa senang,
puas dan gembira pada saat orang yang didengki mendapat musibah atau kesusahan.

 

Dalam Al Qur’an Allah mengisahkan kepada
kita diantara sifat dengki kaum munafiqun terhadap orang-orang mukmin,
sebagaimana firman-Nya surat Ali
Imran: 119-120.

 

Allah SWT melalui Rasul-Nya telah melarang
kita berlaku syamathah kepada siapa saja, karena sikap dan  sifat ini sangatlah berbahaya bagi diri kita.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Janganlah kamu tampakkan kesenangan atas
musibah yang menimpa saudaramu, maka Allah akan mengasihi saudaramu (itu) dan
menimpakan musibah kepadamu.”

 

Hujjatul Islam Abu Hamid Al Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin (hal: 266)
mengemukakan bahwa dampak dari penyakit dengki paling tidak dapat menimbulkan
delapan perkara, yang dapat disimpulkan sebagai berikut: Bahwa yang memiliki
sifat dengki selalu berusaha menghilangkan nikmat yang ada pada orang yang ia
dengki, membencinya tanpa alas an yang benar, melecehkannya, menceritakan
aibnya dengan berbohong, mengumpat, menyebarkan rahasianya, dan menodai
kehormatannya, serta memutuskan silaturrahmi dengannya. Hal ini timbul lantaran
iri hati dan kebencian yang mendalam.

 

Ada beberapa tips dan cara yang perlu
diketahui oleh semua orang agar penyakit dengki dapat luntur dan hilang atau
agar terhindarnya diri dari penyakit ini. Tips dan cara yang dimaksud dapat
disimpulkan sebagai berikut :

 

1. Meyakini dengan sepenuhnya
bahwa sesungguhnya Allah SWT memberikan aneka nikmat kepada para hamba-Nya. Hal
itu sejalan dengan keputusan yang telah ditetapkan dalam pengetahuan-Nya,
tuntutan hikmah-Nya, dan sesuai dengan kemaslahatan hamba-Nya. Sesungguhnya
keyakinan ini akan membawa pemiliknya kepada keridhaan atas nikmat yang telah
diberikan dan dibagikan Allah. Karena sebuah keniscayaan, bahwa seorang hamba
tidak mengetahui apakah nikmat ini untuknya atau untuk orang lain.

 

2. Menyelamatkan diri dari
penyakit membanggakan diri, mau menang sendiri dan merasa benar sendiri
(egosentris). Congkak dan sombong. Lebih mengutamakan sikap dan sifat tawadhu’
(rendah hati) dan tasamuh (solidaritas), memiliki dedikasi jamaah
serta menjunjung tinggi asas ukhuwwah (persaudaraan) dalam bergaul atau
berintegrasi sosial.

 

3.  Senantiasa menela’ah, mentadabburi
dan mengkaji Kitabullah, Sunnah dan Sirah Rasulullah SAW. Memahami bagaimana
Islam mencela sifat mengingat-ingat kesalahan
orang lain, marah, benci, dendam, dan sebagainya yang dapat menjadi
wadah kedengkian tumbuh dan berkembang. Serta menyimak kembali sejarah dan
prilaku Salafush Shaleh. Ulama Salafush Shaleh ummat ini
mengobati sifat dengki dengan sikap yang bijak. Mereka membalas keburukan
dengan kebaikan serta memaafkan orang yang bersikap dengki pada mereka, malah
mereka tidak segan untuk memberi nafkah dan hadiah atau bantuan kepada
orang-orang yang mendengkinya.

 

4. Melakukan muhasabatun
nafsi
(introspeksi diri) dan menyadari bahwa kedengkian kepada orang lain
–karena mereka memperoleh nikmat – sekali-kali tidak akan dapat membendung
pemberian Allah. Kedengkian seperti itu dapat berarti menentang  Allah dan tidak rela terhadap qadha dan qadar
Allah. Hal ini dapat menodai pokok keimanan yang pasti menghapus amal shaleh
dan membuahkan murka Allah di dunia dan akhirat.

 

5. Memperbanyak do’a, ibadah dan
merendahkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia menyucikan qalbu
dari penyakit ini.

 

Generasi setelah kaum Anshar dan Muhajirin
bermunajat kepada Allah. Diantara isi do’a yang mereka munajatkan adalah
sebagaimana yang termaktub dalam firman Allah sebagai berikut:

 

“Dan orang-orang yang datang setelah
mereka  (Muhajirin dan Anshar), mereka
berdoa, “Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlan Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Hasyr: 10)

 

diterbitkan oleh bulletin MUMTAZ tahun 2000 di Tembilahan

 


Post a Comment for "Dengki | Yenni Alfawati, Lc"